Sejarah Candi Borobudur
Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau
abad ke-9. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan
Wangsa Syailendra. Candi ini
dibangun pada masa kejayaan dinasti Syailendra. Pendiri Candi Borobudur yaitu
Raja Samaratungga yang berasal dari wangsa atau dinasti Syailendra. Kemungkinan
candi ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai sekitar menjelang tahun
900-an Masehi pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani yang adalah putri
dari Samaratungga. Sedangkan arsitek yang berjasa membangun candi ini menurut
kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Candi ini selama
berabad-abad tidak lagi digunakan. Kemudian karena letusan gunung berapi,
sebagian besar bangunan Candi Borobudur tertutup tanah vulkanik. Selain itu,
bangunan juga tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar selama
berabad-abad. Kemudian bangunan candi ini mulai terlupakan pada zaman Islam
masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15.
Pada tahun 1814 saat
Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles mendengar adanya
penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro daerah Magelang.
Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa, maka Raffles segera
memerintahkan H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki
lokasi penemuan yang saat itu berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
Cornelius dibantu oleh
sekitar 200 pria menebang pepohonan dan menyingkirkan semak belukar yang
menutupi bangunan raksasa tersebut. Karena mempertimbangkan bangunan yang sudah
rapuh dan bisa runtuh, maka Cornelius melaporkan kepada Raffles penemuan
tersebut termasuk beberapa gambar. Karena penemuan itu, Raffles mendapat
penghargaan sebagai orang yang memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat
perhatian dunia. Pada tahun 1835, seluruh area candi sudah berhasil digali.
Candi ini terus dipugar pada masa penjajahan Belanda.
Setelah Indonesia
merdeka, pada tahun 1956, pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO untuk
meneliti kerusakan Borobudur. Lalu pada tahun 1963, keluar keputusan resmi pemerintah
Indonesia untuk melakukan pemugaran Candi Borobudur dengan bantuan dari UNESCO.
Namun pemugaran ini baru benar-benar mulai dilakukan pada tanggal 10 Agustus
1973. Proses pemugaran baru selesai pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, Candi
Borobudur ditetapkan sebagai World Heritage Site atau Warisan Dunia oleh UNESCO.
Struktur Borobudur
Candi
Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri 10 tingkat, berukuran 123 x
123 meter, tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah
direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan.10 tingkat itu
terdiri dari;enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk
bundar melingkar dan sebuah stupa
utama sebagai puncaknya, yang menghadap kea rah barat. Selain itu tersebar di
semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa. Jumlah stupa di kompleksnya tersebut
594.
Borobudur
yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana.
Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva
yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan
menjadi Buddha.
·
Kamadhatu, bagian dasar
Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
·
Rupadhatu, empat tingkat
di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu
namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha
diletakkan terbuka.
·
Arupadhatu, tiga tingkat
di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang.
Melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.
·
Arupa, bagian paling
atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam
Di
masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua
patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan
kepada Raja Thailand,
Chulalongkorn
yang mengunjungi Hindia
Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896
sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur
tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah
lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi
dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat
Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah
kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga
merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak,
yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur
Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala. Struktur Borobudur
tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu
seperti balok-balok Lego
yang bisa menempel tanpa lem.
Relief
Di
setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini
dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa
Kuna yang berasal dari bahasa
Sansekerta daksina yang artinya ialah timur.
Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief
cerita jātaka.
Pembacaan
cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang
sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di
sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah
tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa
candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Komentar
Posting Komentar