Sinosis Novel Di bawah Lindungan Ka'bah
Seperti kita ketahui Film Dibawah lindungan kabah sudah menguras air mata kita, So ini sinopsis novelnya.............
Hamid adalah seorang anak yatim dan miskin. Banyak keluarga yang kasihan dengan kehidupan Hamid tek terkecuali keluarga Haji Jafar akhirnya ia kemudian diangkat oleh keluarga Haji Jafar yang kaya-raya. Perhatian Haji Jafar dan istrinya, Asiah, terhadap Hamid sangat baik dan menganggap Hamid seperti anaknya sendiri. Mereka sangat menyayanginya sebab Hamid sangat rajin, sopan, berbudi, serta taat beragama. Itulah sebabnya, Hamid juga disekolahkan bersama-sama dengan Zainab, anak kandung Haji Jafar .
Hamid adalah seorang anak yatim dan miskin. Banyak keluarga yang kasihan dengan kehidupan Hamid tek terkecuali keluarga Haji Jafar akhirnya ia kemudian diangkat oleh keluarga Haji Jafar yang kaya-raya. Perhatian Haji Jafar dan istrinya, Asiah, terhadap Hamid sangat baik dan menganggap Hamid seperti anaknya sendiri. Mereka sangat menyayanginya sebab Hamid sangat rajin, sopan, berbudi, serta taat beragama. Itulah sebabnya, Hamid juga disekolahkan bersama-sama dengan Zainab, anak kandung Haji Jafar .
Hamid
sangat menyayangi Zainab. Begitu pula dengan Zainab, walaupun mereka bukan
saudara kandung namun kasih sayang mereka sudah benar-benar erat. Mereka sering
pergi sekolah bersama-sama, bermain bersama-sama di sekolah ataupun pulang
sekolah.
Ketika
keduanya beranjak remaja, dalam hati masing-masing mulai tumbuh perasaan lain.
Suatu perasaan yang selama ini belum pernah mereka rasakan. Hamid merasakan
bahwa rasa kasih sayang yang muncul terhadap Zainab melebihi rasa sayang kepada
adik, seperti yang selama ini dia rasakan. Zainab juga ternyata mempunyai
perasaan yang sama seperti perasaan Hamid. Perasaan tersebut hanya mereka
pendam di dalam lubuk hati yang paling dalam. Hamid tidak berani mengutarakan
isi hatinya kepada Zainab sebab dia menyadari bahwa di antara mereka terdapat
jurang pemisah yang sangat dalam. Zainab merupakan anak orang terkaya dan
terpandang, sedangkan dia hanyalah berasal dari keluarga biasa dan miskin.
Jadi, sangat tidak mungkin bagi dirinya untuk memiliki Zainab. Itulah sebabnya,
rasa cintanya yang dalam terhadap Zainab hanya dipendamnya saja.
Jurang pemisah itu semakin hari semakin dirasakan Hamid. Dalam waktu bersamaan, Hamid mengalami peristiwa yang sangat membuat hatinya sakit dan terluka. Peristiwa pertama adalah meninggalnya Haji Jafar, ayah angkatnya yang sangat berjasa menolong hidupnya selama ini. Tidak lama kemudian, ibunya pun meninggal dunia. Betapa pilu hatinya ditinggalkan oleh kedua orang yang sangat dicintainya itu. Kini Hamid yatim piatu untuk kedua kalinya. Sejak kematian ayah angkatnya, Hamid merasa tidak bebas menemui Zainab karena Zainab sudah dijodohkan oleh ibunya sebelum meninggal. Mungkin fikir Hamid bahwa perjodohan itu adalah sebuah wasiat.
Puncak kepedihan hatinya ketika Ibunya, Asiah, mengatakan kepadanya bahwa Zainab akan dijodohkan dengan pemuda lain, yang masih dekat dengan suaminya. Bahkan, Ibu Asiah meminta Hamid untuk membujuk Zainab agar mau menerima pemuda pilihannya.
Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Ibunya itu.
Jurang pemisah itu semakin hari semakin dirasakan Hamid. Dalam waktu bersamaan, Hamid mengalami peristiwa yang sangat membuat hatinya sakit dan terluka. Peristiwa pertama adalah meninggalnya Haji Jafar, ayah angkatnya yang sangat berjasa menolong hidupnya selama ini. Tidak lama kemudian, ibunya pun meninggal dunia. Betapa pilu hatinya ditinggalkan oleh kedua orang yang sangat dicintainya itu. Kini Hamid yatim piatu untuk kedua kalinya. Sejak kematian ayah angkatnya, Hamid merasa tidak bebas menemui Zainab karena Zainab sudah dijodohkan oleh ibunya sebelum meninggal. Mungkin fikir Hamid bahwa perjodohan itu adalah sebuah wasiat.
Puncak kepedihan hatinya ketika Ibunya, Asiah, mengatakan kepadanya bahwa Zainab akan dijodohkan dengan pemuda lain, yang masih dekat dengan suaminya. Bahkan, Ibu Asiah meminta Hamid untuk membujuk Zainab agar mau menerima pemuda pilihannya.
Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Ibunya itu.
Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Ibunya
karena ia merasa ini adalah saatnya untuk ia berbalas budi kepada keluarga Haji
Jafar. Zainab sangat sedih menerima kenyataan tersebut. Dalam hatinya, ia
menolak kehendak Ibunya. Karena tidak sanggup menanggung beban hatinya, Hamid
memutuskan untuk pergi meninggalkan kampungnya.
Dia
meninggalkan Zainab dan dengan diam-diam pergi ke Medan. Sesampainya di Medan,
dia menulis surat kepada Zainab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi hatinya
kepada Zainab. Menerima surat itu, Zainab sangat terpukul dan sedih. Dari
Medan, Hamid melanjutkan perjalanan menuju ke Singapura. Kemudian, dia pergi ke
tanah suci Mekah.
Selama ditinggalkan oleh Hamid, hati Zainab menjadi sangat tersiksa dan selalu sajat terlihat melamun. Dia sering sakit-sakitan, semangat hidupnya terasa berkurang menahan rasa rindunya yang mendalam pada Hamid sampai tetes air matanya terus saja mengalir dipipinya. Begitu pula dengan Hamid, dia selalu gelisah karena menahan beban rindunya pada Zainab. Untuk membunuh kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang Saudagar kaya. Sambil bekerja, dia terus memperdalam ilmu agamanya dengan tekun.
Selama ditinggalkan oleh Hamid, hati Zainab menjadi sangat tersiksa dan selalu sajat terlihat melamun. Dia sering sakit-sakitan, semangat hidupnya terasa berkurang menahan rasa rindunya yang mendalam pada Hamid sampai tetes air matanya terus saja mengalir dipipinya. Begitu pula dengan Hamid, dia selalu gelisah karena menahan beban rindunya pada Zainab. Untuk membunuh kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang Saudagar kaya. Sambil bekerja, dia terus memperdalam ilmu agamanya dengan tekun.
Setahun sudah Hamid berada di Mekah. Ketika
musim haji, banyak tamu menginap di tempat dia bekerja. Di antara para tamu
yang hendak menunaikan ibadah haji, dia melihat Saleh, teman sekampungnya.
Betapa gembira hati Hamid bertemu dengannya. Selain sebagai teman
sepermainannya masa kecil, istri Saleh, Rosana adalah teman dekat Zainab. Dari
Saleh, dia mendapat banyak berita tentang kampungnya termasuk keadaan Zainab.
Dari penuturan Saleh, Hamid mengetahui bahwa Zainab juga mencintainya. Sejak kepergian Hamid, Zainab sering sakit-sakitan. Dia menderita batin yang begitu mendalam, Karena suatu sebab, dia tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan Ibunya, sedangkan orang yang paling dicintainya, yaitu Hamid telah pergi entah kemana. Dia selalu menunggu kedatangan Hamid dengan penuh harap.
Dari penuturan Saleh, Hamid mengetahui bahwa Zainab juga mencintainya. Sejak kepergian Hamid, Zainab sering sakit-sakitan. Dia menderita batin yang begitu mendalam, Karena suatu sebab, dia tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan Ibunya, sedangkan orang yang paling dicintainya, yaitu Hamid telah pergi entah kemana. Dia selalu menunggu kedatangan Hamid dengan penuh harap.
Mendengar penuturan Saleh tersebut,
perasaan Hamid bercampur antara perasaan sedih dan gembira. Sedih sebab Zainab
menderita fisik dan batin. Gembira karena Zainab mencintainya juga. Artinya
cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Karena tidak jadi menikah dengan pemuda
pilihan Ibunya, besar kemungkinan keinginannya untuk bersanding dengan Zainab
akan kesampaian. Hamid berencana kembali ke kampung halaman setelah menunaikan
ibadah haji terlebih dahulu.
Saleh langsung mengirim surat kepada Rosna,
istrinya. Dalam suratnya, dia menceritakan pertemuannya dengan Hamid. Rosna
memberikan surat dari Saleh itu kepada Zainab. Betapa gembiranya hati Zainab
mendengar kabar tersebut. Hamid, orang yang paling dicintainya, yang selama ini
tidak diketahui keberadaannya, telah dia temukan. Hatinya lega dan bahagia.
Semangat hidupnya bangkit kembali dan dia merasa tidak tahan lagi untuk bertemu
kembali dengan kekasih hatinya itu.
Ia pun menulis surat balasan kepada Hamid.
Hamid menerimanya dengan suka cita. Semangatnya untuk menyelesaikan ibadah haji
semakin menggelora agar segera bertemu Zainab.
Walau dalam keadaan sakit parah, Hamid tetap berwukuf. Namun setelah wukuf di Padang Arafah yang sangat panas, kondisinya semakin melemah. Nafsu makannya menurun dan suhu badannya pun tinggi.
Walau dalam keadaan sakit parah, Hamid tetap berwukuf. Namun setelah wukuf di Padang Arafah yang sangat panas, kondisinya semakin melemah. Nafsu makannya menurun dan suhu badannya pun tinggi.
Melihat keadaan sahabatnya, Saleh tidak
sanggup memberitahukan kabar tentang Zainab yang baru saja ia terima dari
Rosna. Namun, Hamid mempunyai firasat tentang hal itu. Atas desakan Hamid,
Saleh memberitahukan bahwa Zainab telah meninggal dunia. Hati Hamid terpukul
mendengar kenyataan tersebut. Hanya dengan keimanan yang kuat, dia masih mampu
bertahan hidup. Zainab meninggal karena sakit-sakitan menahan rindu dalam perjodohan.
Keesokan harinya, Hamid tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalanannya, dia jatuh pingsan, sehingga Saleh mengupah orang untuk menggendong Hamid. Setelah acara di Mina, mereka kemudian menuju Masjidil Haram. Setelah mengelilingi Ka'bah, Hamid minta diberhentikan di Kiswah. Sambil menjulurkan tangannya memegang kain Kiswah penutup Ka'bah itu, Hamid beberapa kali bermunajat: "Ya rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang." Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk selama-lamanya. Hamid telah meninggalkan dunia yang fana ini di hadapan Kabah, menyusul sang kekasih.
Keesokan harinya, Hamid tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalanannya, dia jatuh pingsan, sehingga Saleh mengupah orang untuk menggendong Hamid. Setelah acara di Mina, mereka kemudian menuju Masjidil Haram. Setelah mengelilingi Ka'bah, Hamid minta diberhentikan di Kiswah. Sambil menjulurkan tangannya memegang kain Kiswah penutup Ka'bah itu, Hamid beberapa kali bermunajat: "Ya rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang." Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk selama-lamanya. Hamid telah meninggalkan dunia yang fana ini di hadapan Kabah, menyusul sang kekasih.
Kemudian
Rosna yang telah mengetahui bahwa Hamid meninggal dunia mengirim surat kepada
suaminya Saleh, isi surat tersebut adalah :
" Kekanda yang
tercinta!"
Adinda kirimkan surat ini menyusul surat kawat
yang dahulu. Zainab meninggal. Dia telah menanggung penyakit dengan sabar dan
tawakkal dan juga Hamid telah menyusul kekasihnya. Demikianlah kedua makhluk
yang tidak beruntung nasibnya itu, mudah-mudahan arwahnya mendapat bahagia di
akhirat. Adinda harus mengaku, bahwa jarang sekali kita bertemu dengan seorang
perempuan seperti Zainab. Tidak ada orang yang tahu tentang keadaan dirinya,
kecuali adinda. Lima hari sebelum ia meninggal dunia, pagi-pagi benar dia sudah
bangun dari tempat tidurnya, mukanya lebih jernih dari biasa. Dengan senyum dia
berkata, bahawa dia bermimpi melihat
Ka`bah,
dantara manusia yang sedang tawaf. Dia melihat Hamid melambaikan tangannya
memanggil dia, supaya mendekatkan kepadanya, setelah dia mendekat dia
terbangun….. Lepas hari itu, tidak
banyak bicara lagi, doktor pun datang juga memeriksai dia, tetapi ketika
melihat wajahnya, mengertilah adinda, bahawa obat yang dibawanya
sebenar-benarnya ialah tidak ada gunanya, jelas benar oleh adinda doktor itu
menggeleng-gelengkan kepalanya. Pada malam 9 Zulhijjah panasnya naik daripada
biasa. Kira-kira pukul dua tengah malam, dipandangnya adinda tenang-tenang,
kemudian dilihatnya pula buku album yang terletak di meja tulisnya; adinda pun
mengertilah apa yang dimaksudkannya. Adinda ambil album itu dan adinda buka.
Demi dilihatnya gambar Hamid, jatuhlah dua tetes airmata dari mata. Kekanda, demikianlah kematian zainab dan
Hamid. Dua kekasih yang saling mencintai namun kurang beruntung. Sekianlah dan buat semangat orang yang telah
mati, adinda kirimkan salamku dan moga kekanda lekas pulang.
Adindamu
Rosnah
Komentar
Posting Komentar